LAMPUNG UTARA-Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Utara menyatakan, kesiapannya untuk membayar biaya ganti rugi immaterial sebesar Rp25 juta, dan biaya perkara sebesar Rp1,5 juta sesuai dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menguatkan Keputusan Pengadilan Negeri (PN) Kotabumi, memenangkan Samsi Eka Putra pada sengketa pemilihan kepala desa (Pilkades) tahun 2017.
Hal tersebut disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Kabag Hukum Pemkab Lampung Utara (Lampura), Iwan Kurniawan kepada mediarakata.com usai rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi I DPRD kabupaten setempat, Senin (14/9/2020).
Menurut Iwan, Pemkab Lampura akan menjalani kebijakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku l, dan tidak akan keluar dari aturan yang ada.
“Menyikapi hasil keputusan tersebut, Pemkab Lampura hanya bersedia menyelesaikan perintah pengadilan, sesuai dengan diktum keputusan yakni, membayar biaya ganti rugi dan biaya perkara tertera dalam keputusan MA yang menguatkan Keputusan PN Kotabumi itu,” jelasnya.
Iwan mengatakan, dari hasil RDP di Komisi I DPRD Lampura yang dipimpin Ketua Komisi I DPRD, Rahmat Hartono dan dihadiri langsung Ketua DPRD, Romli. Komisi I DPRD menyarankan, untuk membayar ganti rugi dan biaya perkara dapat diserahkan melalui juru sita PN Kotabumi.
“Selain saya, RDP tadi juga dihadiri Kadis PMD Wahab, kuasa hukum Pemkab Lampura Irhamuddin. Jadi, salah satu poin RDP adalah, membayar melalui juru sita PN Kotabumi,” terangnya.
Sementara itu, terkait keinginan Samsi Eka Putra agar Pemkab Lampura dapat melakukan langkah lain, seperti jalan kekeluargaan, Plt Kabag Hukum Pemkab Lampura, memilih tidak memberikan jawaban.
“Kami hanya menjalankan prosedur sesuai aturan. Diluar dari itu, silakan. Intinya kami tidak bisa melangkah diluar aturan,” ungkapnya.
Menang Gugatan
Seperti dirilis mediarakata.com sebelumnya, terkait Pilkades serentak Kabupaten Lampura tahun 2017, gugatan yang dilayangkan okeh Samsi Eka Putra dimenangkan oleh MA RI.
Hal itu sesuai dengan Keputusan MA RI No.3174.K/PDT/2018 Tanggal 30 November 2018 lalu, yang memenangkan gugatan Samsi Eka Putra terhadap panitia pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak tersebut.
Akibat dari Keputusan MA RI tersebut, sebanyak 90 Kepala Desa hasil Pilkades serentak tahun 2017, sesuai dengan Surat keputusan (SK) Bupati Lampung Utara No. B/347/24-LU/HK/2017, terancam dianulir.
Pasalnya, menurut Samsi Eka Putra mengatakan, selain berkonsekuensi terhadap pemberhentian menurut Amar Putusan MA RI, keputusan itu juga menguatkan dengan putusan PN Kotabumi pada 11 Desember 2017 lalu.
“Ada enam diktum amar putusan pengadilan itu. Salah satunya, adalah hasil seleksi bakal calon kades Lampura tidak memiliki kekuatan hukum,” ujar Samsi, Selasa (8/9/2020).
Dijelaskanya, dari enam diktum tersebut, tiga Amar Putusan tersebut yakni, mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian; menyatakan Tergugat dan Turut Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum; menyatakan hasil seleksi berkas bakal calon kepala desa kabupaten Lampung Utara tanggal 19 april 2017 dan atau surat/berita acara yang seterusnya yang berkaitan dengan itu tidak mempunyai kekuatan Hukum.
“Dengan adanya amar putusan tersebut pada diktum ketiga. Maka (SK) Bupati Lampung Utara dengan Nomor B/347/24-LU/HK/2017 harus dibatalkan (Batal Demi Hukum). Sebab terbitnya SK pengangkatan itu, bermula dari berita acara penetapan calon kepala desa pada 19 April 2017 yang dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum,” jelasnya.
Dengan adanya hal tersebut, Samsi Eka Putra selaku penggugat yang memenangkan gugatan di PN Kotabumi dan telah dikuatkan oleh Putusan MA RI, menyampaikan harapannya agar persoalan tersebut dapat diselesaikan secara kekeluargaan.
“Saya minta pemkab setempat dapat mengambil langkah strategis untuk menyelesaikan secara kekeluargaan kepada dirinya. Jika saya mengajukan Eksekusi maka perkara ini akan Inkracht,” terang Samsi.
“Jika di eksekusi dan putusan itu Inkracht maka perintah putusan tersebut harus dilaksanakan. Tampa gugatan ataupun putusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
SK Bupati Tentang pengangkatan 90 Kades tersebut “Batal Demi Hukum”.” tegasnya.
Samsi Eka juga menerangkan, akibat dari adanya hal itu, panitia Pilkades pada tahun 2017 itu juga berdampak kepada denda yang telah di tetapkan oleh hakim sebelumnya. Kemudian kepada-kepala desa yang telah di lantik sebagaimana Surat Keputusan (SK) Bupati yang tertera, wajib diberhentikan.
“Tidak hanya itu, akan tetapi 90 kepala desa akan terkena pidana Tipikor, karena telah mengelola keuangan Negara seperti contohnya adalah Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) tanpa kewenangan. Karena SK-nya sebagai kepala desa tidak memiliki kekuatan Hukum,” terangnya.
Menurut Samsi, 90 kepala desa yang akan diberhentikan sesuai dengan Amar Putusan pengadilan tentu akan berdampak menimbulkan kegaduhan.
“Kesalahan ini adalah kesalahan panitia Pilkades serentak tahun 2017, yang telah melakukan perbuatan melawan hukum. Sehingga beresiko pemberhentian dan terpidananya 90 kepala desa di Lampung Utara,” kata dia.
Namun tentunya hal ini sangat menyakitkan bagi 90 kepala desa tersebut, sehingga dapat menimbulkan kegaduhan. Pasalnya para kades yang di lantik itu tidak bersalah, karena mereka telah melalui proses pemilihan. Yang mana tentunya mereka akan menggugat pada panitia pilkades tahun 2017 dalam hal ini pemerintahan kabupaten Lampung Utara.
“Tentunya dengan cara melakukan gugatan perdata pada Pemkab Lampung Utara. Dengan cara perwakilan kelompok atau Class Action Lausuit,” tambahnya.
Tak hanya itu kata Samsi, Kepala desa juga bisa mempidanakan panitia Pilkades serentak pada tahun 2017 itu.
“Karena telah menerbitkan surat keputusan secara tidak benar atau cacat hukum,” pungkas Samsi. (dra)