PESISIR BARAT-Penjabat sementara (Pjs) Bupati Pesisir Barat, Achmad Chrisna Putra, memimpin video confrence (Vicon) bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian membahas UU Cipta Kerja di Ruang Batu Gughi, Rabu (14/10/2020).
Hadir Kapolres Lampung Barat-Pesisir Barat, Kajari, Dandim 0422 Lambar-Pesibar, Asisten 1, Kaban Kesbangpol, Kepala Dinas KP dan PR, Kepala Dinas Bapeda, Kepala Dinas Disnakertrans, Kepala Dinas Koprindag, dan Kabag hukum.
Mendagri menjelaskan, UU Cipta Kerja hanya salah satu bagian dari Omnibus Law.
“Dalam Omnibus Law, ada tiga RUU yang siap diundangkan antara lain UU tentang Cipta Kerja, RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, dan RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan,” ujarnya.
Secara substansi, UU Cipta Kerja adalah paket Omnibus Law yang dampaknya paling berpengaruh pada masyarakat luas, terutama jutaan pekerja di Indonesia.
Hal ini yang membuat banyak serikat buruh mati-matian menolak UU Cipta Kerja.
Beberapa ketentuan UU Cipta Kerja juga dianggap kontroversial antara lain terkait pekerja kontrak (perjanjian kerja waktu tertentu/PKWT), upah, pesangon, hubungan kerja, mekanisme pemutusan hubungan kerja (PHK), penyelesaian perselisihan hubungan industrial, serta jaminan sosial.
Disektor ketenagakerjaan, pemerintah berencana menghapuskan, mengubah, dan menambahkan pasal terkait dengan UU Ketenagakerjaan.
Contohnya, pemerintah berencana mengubah skema pemberian uang penghargaan kepada pekerja yang terkena PHK. Besaran uang penghargaan ditentukan berdasarkan lama karyawan bekerja di satu perusahaan.
Namun, jika dibandingkan aturan yang berlaku saat ini, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, skema pemberian uang penghargaan UU Omnibus Law atau Cipta Kerja justru mengalami penyusutan.
Dalam UU Cipta Kerja, pemerintah juga berencana menghapus skema pemutusan hubungan kerja (PHK), dimana ada penghapusan mengenai hak pekerja mengajukan gugatan ke lembaga perselisihan hubungan industrial.
Sejumlah pasal dari RUU Omnibus Law adalah dianggap serikat buruh akan merugikan posisi tawar pekerja. Salah satu yang jadi sorotan yakni penghapusan skema upah minimum UMK yang diganti dengan UMP yang bisa membuat upah pekerja lebih rendah.
Secara keseluruhan RUU yang disusun dengan metode omnibus law itu terdiri dari 15 bab dan 174 pasal dari yang sebelumnya 15 Bab dengan 185 pasal.
Secara keseluruhan, ada 1.203 pasal dari 73 undang-undang terkait dan terbagi atas 7,197 daftar inventarisir masalah (DIM) yang terdampak RUU tersebut. (*/Bowo)